Pletek aww,
Terdengar hatiku berbunyi dan jantungku berpacu cepat. Dia, dia ada dihadapanku sekarang. Mengapa dia bisa sampai diatas sini? Mengapa dia mengetahui tempat persembunyianku dikala aku sedang kacau? Ah mengapa aku harus melihat dia disaat aku sedang pusing dengan masalah hutang dan beasiswa. Aku benar-benar bingung harus berbuat apa sekarang, aku benar-benar takut kalau…
“Woi Badrun, Bukannya nolongin aku kau malah diam saja. Kau ini benar benar anak durhaka” Teriak Abang Shaleh.
“Abang kenapa ada disini? Rumah pohon Badrun jadi rusak kan gara-gara abang!” Ucapku kepada Bang Shaleh
“Tadinya aku ini mau berbagi nasi padang dengan kau, aku sudah cari kau kemana-mana tak kunjung ku temukan lah. kau ini kemana saja sih, lelah betul abang mencari kau” Sela Bang Saleh
“Badru abis dari ladang menengok kakek dan nenek bang, yaudah ayo bang kita makan nasi padang, Badrun sudah lapar bang dari tadi” Girang Badrun.
“Maafkan aku drun tapi nasi padangnya sudah sampai di tempat yang tenang” Cengir Bang Saleh sambil menunjuk perutnya yang buncit itu.
Dengan mulut sebal Badrun pun berkomat kamit karena ia tak berani mengatai Bang Saleh yang galaknya luar biasa itu ketimbang Mak Beti.
“Woi drun tadi aku lihat kau keluar dari warnet dengan muka senang,kenapa kau? kau ini habis menang undian tah?”
“Ngga bang, tadi badrun main internet sampai 4 jam tapi uang Badrun hanya cukup sampai 3 jam, jadilah Badrun di omelin sama pemilik warnet heheh” Cengir khas Badrun.
“Kau ini ngapain saja sampai 4 jam di warnet, alamak” Omel Bang Shaleh.
“Badrun cari info beasiswa untuk jadi pilot bang, tapi tak dapat juga” Badrun sangat lemas jika sudah berbicara tentang beasiswa karena pencariannya tidak pernah membuahkan hasil. Sangat sulit dapat beasiswa untuk menjadi pilot, rasanya ia ingin sekali menyerah tapi ia masih benar-benar ingin berkeliling dunia untuk bertemu orang tuanya diluar sana.
“Ei abang tadi liat diujung jalan besar sana ada poster tentang beasiswa untuk sekolah di Jakarta, coba kau tengok dulu sana”.
“Wah benar bang? Abang tak main-main kan?Badrun akan kesana sekarang bang” Semangat badrun, Ia pun turun dari tangga dengan tergesa gesa dan akhirnya, gubrakkk.
“Woi hati-hati drun nanti jatoh”. Teriak bang Saleh.
“Ini Badrun juga sudah jatuh bang” kesal Badrun.
“Sakit ga drun, Abang carikan obat dulu” cegat Bang Saleh
“Lebih sakit lagi jika Badrun ketinggalan informasi beasiswa itu bang, Badrun berangkat bang” semangat Badrun, ia tak memperdulikan kalau lututnya sudah berdarah karena tadi saat jatuh tergore sedikit dengan kayu. Ntahlah yang ada dipikirannya saat ini hanya Ia sangat ingin menggapai cita-citanya. Ia tak mau menyerah dengan keadaan, menurutnya keadaan dapat diubah karena kerja keras dari seseorang.
Sesampainya Ia di ujung jalan besar, Badrun melihat poster itu dan Ia melihat ada satu beasiswa untuk belajar di Sekolah Pilot di Jakarta, walau hanya untuk 10 orang saja, rasa senang yang Ia rasakan bukan kepalang lagi karena baru saja Ia berpikir untuk menyerah saja dan tiba-tiba Tuhan menunjukan jalan padanya agar terus berjuang mencapai cita-citanya. Ia pun sangat bersyukur dan menarik poster itu, Ia ingin sesegera mungkin memberitahukan kabar baik ini kepada kakek dan neneknya.
Badrun pun lari dengan tergesa-gesa menuju rumahnya karena Ia yakin pasti kakek dan neneknya sudah sampai dirumah kalau sudah petang seperti ini. Walaupun badrun sadar Ia bukan anak yang pintar tapi Ia tidak akan pernah menyerah untuk mendapatkan beasiswa itu, toh cita-citanya baik dan pasti akan selalu ada jalan kalau seseorang punya cita-cita yang baik.
Akhirnya sampailah Badrun di rumah tua yang sudah usang tapi begitu nyaman dan hangat karena rasa cinta yang Ia dapatkan dari kakek dan neneknya itu, Ia bergegas mencari kedua orang tua itu tapi tak kunjung ketemu. “Kemana nenek dan kakek” pikir Badrun. Ah, Ia lupa pasti nenek dan kakenya sekarang sedang berada di kandang kambing karena kemarin nenek sempat bilang kalau si Rebeka alias kambing kesayangan nenek itu akan melahirkan. Badrun pun bergegas ke kandang kambing.
“Alhamdulillah bayinya laki-laki nek”, teriak kakek dari dalam kandang. Mendengar teriakan itu Badrun pun masuk kedalam dengan perasaan campur aduk, Ia takut kalau kakek dan neneknya tidak memberi izin kepadanya untuk merantau di Jakarta karena mereka pernah bilang ke Badrun kalau ‘Jakarta itu keras drun tidak ada tempat untuk orang seperti kita’ Mengingat omongan kakeknya itu Ia pun harus mengumpulkan segenap keberanian untuk berbicara tentang beasiswa ini.
Dengan gemetar, Badrun berkata “nek, kek Badrun mau bicara”.